Kampar, Investigasi Top– Simbol negara dibiarkan rusak, hak rakyat miskin diabaikan, dan transparansi keuangan desa dipertanyakan. Inilah potret menyedihkan yang terjadi di Desa Kampung Panjang, Kecamatan Kampar, Kabupaten Kampar, di bawah kepemimpinan Kepala Desa Nasril — sosok yang kini telah menjabat dua periode.
Ironi dimulai dari tampilan luar kantor desa. Saat awak media memasuki area pelayanan publik itu, bendera merah putih tampak sobek dan lusuh, tetap dikibarkan di tiang depan kantor. Padahal, sebagai institusi pemerintahan, kantor desa seharusnya mencerminkan penghormatan terhadap simbol negara, bukan sebaliknya.
Lebih dari sekadar simbolik, ketimpangan terasa nyata ketika seorang wali murid mendatangi kantor desa untuk meminta Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) agar anaknya bisa memperoleh bantuan pendidikan seperti Dana BOS, KIP, dan PIP. Namun, permohonan itu ditolak oleh Kades Nasril dengan alasan bahwa ia telah mendapat arahan dari pihak dinas, yang menyatakan bahwa untuk masuk sekolah tidak memerlukan SKTM dan cukup melalui kepala desa saja.
Sikap ini menimbulkan kebingungan dan kekecewaan, mengingat orang tua tersebut berada dalam kondisi ekonomi yang benar-benar tidak mampu, dan SKTM dibutuhkan untuk proses administrasi lanjutan. Namun, Kades tetap menolak mengeluarkannya dengan dalih ingin "menciptakan desa sejahtera".
Sebuah pernyataan yang kontradiktif dengan kenyataan warga miskin yang justru memerlukan intervensi negara melalui prosedur sah.
Kritik juga muncul dari aspek transparansi keuangan desa. Saat rekan media datang ke kantor, tidak ditemukan papan informasi yang seharusnya mencantumkan dana masuk dan keluar desa.
Ketika ditanyakan langsung, Kades Nasril berdalih bahwa "dana desa selalu berubah-ubah, jadi tidak perlu dipasang papan pengumuman."
Pernyataan ini mencederai prinsip keterbukaan informasi publik, di mana warga berhak mengetahui pengelolaan keuangan desa sebagai bentuk pengawasan bersama.
Tim investigasi